Hai Guys, (hati-hati jangan dibaca gays -para homo-) haha *Garing.
Hadir kembali untuk share sedikit pengetahuan tentang emosi. mau tau
apa itu emosi?? :D katakan peta #loh. -_- langsung aja cek kebawah. :)
‘Emosi’, kata ini sudah tidak asing
di telinga kita. Kita sering sekali mendengarnya dan juga
menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sering kali, emosi
dikontasikan negatif oleh banyak orang di Indonesia. Contohnya saja,
kita sudah familiar dengan kalimat seperti “Gak usah emosi dong!”,
“Jangan terlalu emosional menghadapi hal seperti ini!”, atau “Jadi
orang kok emosian?”.
Pertanyaannya adalah apakah benar
emosi hanya terbatas pada konotasi seperti itu. Apakah emosi identik
dengan kemarahan dan perasaan-perasaan negatif? Sebenarnya hal ini
terjadi karena pemahaman orang indonesia yang mempersempit makna kata
emosi menjadi konotasi-konotasi negatif tersebut. Hal ini disebabkan
oleh budaya orang Indonesia yang lebih suka untuk menyembunyikan
perasaannya dan menganggap seseorang yang secara eksplisit
mengekspresikannya sebagai seseorang yang emosional. Padahal
sebenarnya, emosi mencakup segala bentuk perasaan seperti senang, takut,
terkejut, marah, sedih, bosan, dan lainnya.
Dalam hidup ini, seorang manusia
pasti mengalami berbagai pengalaman emosional. Begitu juga aku. Ini
ceritanya pas aku lagi pertama kali di Gresik, tinggal diyayasan. waktu
itu lagi masa orientasi siswa. Aku belum paham bahasa jawa. Melihat
orang-orang sekitar seperti melihat makhluk asing yang tidak dikenali
bahasanya. Pas masa orientasi siswa, ada masalah yang aku sendiri gak
tau. Aku dihadang sama beberapa senior sekitar 8 anak. Aku kesal dengan
perlakuan mereka yang kurang nyaman, sempat juga berontak, tapi apa
daya. Aku dimasukkan kedalam kelas kosong. Mereka menanyakan sesuatu ke
aku, tapi aku hanya diam, bingung dengan bahasa mereka. Jatung
berdegup kencang, bertanya dalam hati, apa aku melakukan salah. Sempat
berfikir untuk melawan mereka, walaupun nanti kalah. Tapi ternyata
mereka baru tau kalau aku bukan berasal dari daerah sana setelah aku
bilang dengan bahasa indonesia.
Kemudian, aku juga punya cerita lain
ketika pertama kali belajar sepeda kayuh. Aku diajari kakakku dihalaman
belakang rumah. Dia memegangi bagian belakang tempat duduk dan
mendorongnya. Aku masih agak ragu dan takut. Sampai beberapa meter aku
gak sadar, ternyata kakakku sudah melepas pegangannya. Seketika
keseimbanganku mulai turun dan hampir jatuh. Rasanya deg-degan, takut,
dan aku tiba-tiba marah sama kakakku.
Dalam kedua cerita tersebut, aku
sama-sama menceritakan pengalaman emosional aku. Perbedaannya adalah
pada cerita pertama aku menceritakan pengalaman bingung, kesal dan
akhirnya lega. Sedangkan pada cerita kedua aku menceritakan tentang
pengalaman aku ketika ketakutan waktu kakakku melepas pegangannya. Lalu
apa sebenarnya yang menyebabkan aku mengalami pengalaman emosional
yang berbeda, marah dan takut, bingung?
Dalam psikologi, emosi dijelaskan
dengan oleh berbagai tokoh melalu berbagai teori mereka. Salah satunya
adalah Schachter yang terkenal dengan teori dua faktornya. Menurut
teori Schachter, emosi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu physiological arousal dan interpretasi kognitif dari arousal tersebut. Jadi emosi dilihat dari interaksi antara aktifitas saraf di otak, physiological arousal, dan interpretasi kognitif terhadap situasi atau lingkungan luar yang memengaruhinya.
Dari cerita pertama dan kedua yang sudah aku ceritakan, physiological arousal
yang aku rasakan adalah sama, yaitu peningkatan denyut jantung. Ketika
marah, aku merasakan jantung aku berdetak dengan kuat. Begitu pula
ketika aku merasa takut seperti yang aku ceritakan pada cerita kedua.
Lalu apakah yang membuat kedua physiological arousal yang sama tersebut menghasilkan emosi yang berbeda?
Kuncinya ada pada faktor kognitif
yang dimiliki oleh manusia. Interpretasi kognitif kita terhadap situasi
sekitarlah yang membedakan emosi apa yang kita rasakan. Itulah kenapa
peningkatan detak jantung aku rasakan pada kedua cerita di atas
menghasilkan emosi yang berbeda.
Pada cerita pertama, stimulus berupa
teman-teman sekelompok yang menyebalkan dan kejenuhan terhadap tugas
membuat aku mengalami peningkatan detak jantung dan aku
menginterpretasikan hal itu sebagai rasa marah. Sehingga pada saat itu
aku merasakan emosi marah yang aku manifestasikan dalam bentuk bentakan
terhadap teman-teman aku.
Sedangkan pada cerita kedua, stimulus
berupa rasa tidak aman aku berada dalam kolam renang, meskipun juga
menimbulkan peningkatan detak jantung, tapi aku mengintrepetasikan
situasi tersebut sebagai sebuah ancaman yang membuat aku merasakan
pengalaman takut. Sehingga aku tidak merasa marah ketika terpeleset di
kolam renang, melainkan merasa takut dan secara refleks meraih lengan
teman aku.
Demikian sekilas penjelasan bagaimana
psikologi menjelaskan tentang emosi yang dialami oleh manusia. Semoga
bisa bermanfaat bagi semua yang baca.
Oh ya yang mau share pengalaman
emosional, yang sensasional, atau mau tanya-tanya. monggo diskusi
dikomentar dibawah ini. (asal jangan ngegosip ya) haha. Kalau ada yang
kurang dari artikel ini bisa langsung dikomentari dan mohon maaf
sebesar-besarnya. :)) see you.
Referensi : Book of "Life Span Development"